Kamu mengulurkan keranjang rotan berisi 2 botol sari jeruk dan roti ke Justin. “Ini dari Mamamu, Katanya makanan untukmu dan Chris.”Justin menerimanya. Kamu membalikkan badan dan menuju ke sepeda.“*namamuu.., kamu mau kemana?” tanya Jazzy.“Aku mau pulang, untuk apa aku disini?” tanyamu.“*namamuu, tetaplah disini. Temani aku bermain basket!” pinta Chris.Kamu tersenyum, “Aku ingin sekali melihatmu bermain basket Chris, tapi aku harus pulang.”Jazzy berteriak, “*namamu.., tetap disini. Temani aku melihat Justin bermain basket.”Kamu menggeleng, “Maaf sayang, aku harus pulang.” Kamu bermaksud naik ke sadel sepeda, tapii.., bannya kempes!“Kenapa *namamu?” tanya Chris.“Aduh, ban sepedanya kempes lagi!” keluhmu.“Makanya, kamu disini aja. Cape tau pulang ke rumah jalan kaki sambil nuntun sepeda.” ujar Chris.“Gapapa, aku bakal tetep pulang. Sepedanya aku tuntun aja,” Kamu mulai menuntun sepedamu menjauhi lapangan basket.“Justin, lakukan sesuatu!!!” pinta Jazzy.“Lakukan apa?” tanya Justin.“Suruh dia jangan pergi!” bisik Jazzy. “Suruh dia tetap disini!”“Kalau dia memang mau pulang, yasudah biarkan saja. Itukan hak dia!” ujar Justin.“Kamu tak punya perasaan!!!” teriak Jazzy marah.“Baa.., baiklaaahh..,” ujar Justin. “Aku mesti lakukan apa?”“berteriaklah dan suruh dia kembali lagi kesini!” perintah Jazzy. “*namaammuuu!!! Kembali kesiniii!!!!” teriak Justin.Kamu yang jaraknya sudah agak jauh dari lapangan basket, jadi tak mendengar teriakan Justin.“Lihat, dia sudah pergi. Ayolah Jazzy, kamu tunggu di bangku itu sendirian, aku mau main basket lagi sama Chris.” ujar Justin.Jazzy mengerjapkan kedua matanya, kedua mata coklatnya memerah. Ia mau nangis. Justin kaget, “Heyy Jazzy..., jangan nangis...,” bujuknya.“Daaadddddyyyy...!!!!” teriak Jazzy kencang.Justin berusaha menenangkan adiknya, “Cup.., cup.., cup.., baiklah aku akan mengejar dia, tapi kamu jangan nangis!” pinta Justin. “Chris, titip Jazzy sebentar.”
***Kamu menyusuri jalanan beraspal sambil menuntun sepeda. Suasana sangat terik.“*namammuuu...!!!” terdengar teriakan seseorang memanggil namamu.Kamu menoleh. Samar-samar, dari kejauhan nampak seorang anak lelaki yang tampan berlarian ke arahmu. Lelaki itu mengenakan celana pendek basket dan baju basket berwarna biru muda. Itu Justin!“Justy...?” lirihmu heran dalam hati. Kamu berhenti.Justin mendekat. Dia berhenti di dekatmu dan berusaha mengatur nafasnya yang daritadi sesak karena berlari-larian, “J.., jaa.., jangaaann.., jangaaann puulaaanngg..,” katanya lemas.“Kenapa?” tanyamu.“Jazzy ga mau ditinggal,” kata Justin lancar setelah nafasnya mulai teratur.“Tapi aku mau bantuin Mama Pattie ngepel,” katamu.“Tapi Jazzy nangis,” ujar Justin.“Nanti juga bisa berhenti nangisnya,” tukasmu.“Menurutmu gampang apa nyuruh Jazzy berenti nangis?” tanya Justin.“Kalo kamu baik-baik ngebujuknya, pasti dia berenti nangis kok!” katamu kesal.“Pokonya kamu harus ikut aku ke lapangan!” pinta Justin keras kepala.“Kenapa?”“Aku tak tahan mendengar suara tangisan Jazzy yang melengking!” keluh Justin.“Ya itu masalahmu! Pokonya aku mau pulang!” katamu menolak.“Kamu itu keras kepala ya?” tanya Justin sebal.“Memang!” katamu ketus. “Memang aku keras kepala. Baru tau ya? Terus, kalo aku keras kepala, kenapa? Ada masalah?” tanyamu jutek.“Kamu gamau apa ngeliat Chris main basket?” tanya Justin.“Ngapain ngeliatin Chris main basket. Gaada gunanya!” katamu kesal.Justin narik tangan kamu, “Ayo cepet ikut aku, kita balik ke lapangan!”Kamu meronta, “Awwww lepaaaassss...!!!!” Kamu melepaskan tangan Justin dengan kasar. Kamu menuntun sepedamu, “Awas, aku mau pulang! Cape adu mulut sama kamu!”Justin berlari dan merentangkan tangannya, menghalangi jalan supaya kamu gabisa pulang.“Heh minggir! Aku mau pulanngg!!!” teriakmu kesal. “Pokonya kamu ikut, Jazzy pasti nangis kalo aku balik ke lapangan ga sama kamu!”Kamu tetap pengen pulang. Justin mencengkram tanganmu keras, “Kamu harus ke lapangan.”Kamu menatap matanya. “Kenapa sihhh?”“Aku pengen kamu liat aku main basket!” ujar Justin akhirnya. “Aku pengen ketika aku main basket itu, kamu dan Jazzy ada disana!!!”Kamu diam dan menatap matanya, “A.., appaa?”Justin rasanya ga sadar ketika ngucapin kata2 itu. Dia melepaskan tangannya dari tanganmu, “Ma.., masalah tadi lupakanlah.”Kamu diam. Justin juga diam.“Kalau kamu ga jadi ikut aku ke lapangan, ga apa-apa.” lirih Justin. Kamu yakin pasti Justin malu udh ngucapin kata-kata yang ga pantas dia ucapkan.Kamu bingung mau ngomong apa. “Jusssttiiinnn...!!!!” terdengar suara teriakan kecil.Justin dan kamu menoleh. Nampak Jazzy dan Chris berlarian menghampiri kalian berdua.“Justin, syukurlah kamu berhasil nemuin *namamu.” ujar Jazzy senang. Jazzy menggamit tanganmu, “Ayo kita ke lapangan, nonton Justin main basket.”Kamu diam aja, gatau mesti jawab apa.“*namamu, kamu baik-baik aja kan?” tanya Chris cemas.“I., iyaa Chris. Aku baik-baik aja, ko.”“Disini panas, lebih baik kita cepat kembali ke lapangan. Aku juga mau kamu ikut kita, aku mau kamu ngeliat permainan bola basket aku.” pinta Chris.“Gimana ya?” katamu bingung.“Tuh kan, Chris juga mau kamu ikut.” ujar Jazzy. “Ayo!”Kamu menatap Justin. Jazzy mengerti, “Justin, dia boleh ikut ke lapangan, kan?”Justin mengangguk, “Bo., bolleehh..,”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar